Hihi..awalnya pas mau nulis ini
bingung mau aku kasih judul apa. Karena tulisan ini terinspirasi dari
pengalaman ku kemarin malam. Tepatnya jumat malam 6 desember saat aku nganterin
ummahat pulang ke rumah nya bersama ke tiga anak nya. Dan nanti jangan kaget
yah klo ternyata isi tulisan ini ternyata malah jadi nano-nano alias
campur-campur seperti gado2 dengan berbagai sentuhan rasa..(#eaaalah.. :p)
Dan okeee..aku mulai dari cerita
malam itu…
Jumat malam kemarin ceritanya aku
ada sebuah pertemuan untuk nemenin ummi tersebut bersama seorang temen ku. Klo
bahasa keren nya sih katanya syuro.. (hihi..). dan memang syuro nya selese jam
9 malem lebih. Dan biasa lah klo syuro bareng ummi2 gtu kan bawa anak2 nya tuh.
Dan termasuk dengan syuro malem itu. Seorang ummi yang dateng syuro dengan membawa ke tiga anak nya yang masih
kecil-kecil. Dan kebetulan saja temenku tidak seperti biasa nya dia gak bawa
motor.
Dan wal hasil aku diminta nganterin ummi itu pulang sendirian. Awal nya
gak yang yakin sih karena aku harus ngeboncengin ke dua anak nya dibelakang dan
ummi nya yang menggendong anak yang masih kecil. Anak pertama nya sekitar 6
tahunan, anak ke dua sekitar 3 tahunan dan anak terakhir kayak nya baru 1
tahunan (hmmm..kurang lebih sih segitu lah..hehe..). dan kebetulan lagi anak
nya yang pertama sudah tidur dan terpaksa dia ditaruh ditengah dengan kepala
bersandar dipunggung ku.
Oke..dan semua sudah siap..bismillah aku tarik gas
motor dan mulai perjalanan. Eehhh…ditengah perjalanan ternyata anak ke dua nya
juga ikut tertidur. Jadi lucu gtu deh..anak pertama bersandar dipunggung
sebelah kanan ku dan anak ke dua nya bersandar dipunggung sebelah kiri ku. Dan
sebenarnya aku harap-harp cemas karena sebentar-sebentar kepala ke dua anak itu
“tekluk..tekluk..” seperti mau jatuh. Aku berusaha menaiki motor ku pelan-pelan
biar keseimbangan tetap terjaga dan ke dua anak itu tidak jatuh.
Singkat cerita sampailah kami
didepan rumah beliau. Waktu itu aku sengaja agak mendekatkan motorku dengan
pintu gerbang rumah. Awal nya dengan asumsi aku bisa meraih pintu gerbang untuk
membuka nya. Hwaaa…tapi ternyata tangan ku gak nyampe daannnn hwaaaa…aku
bingung ketika aku berusaha turun dr motor ternyata malah motor ku jalan mundur
walaupun saat itu motor ku dah mati…dan hwaaa…anak2 yg dibelakang ku pada jatuh
satu persatu..karena ummi nya pun gak bisa ikut menahan karena posisi si ummi
sudah turun dari motor dan hendak membuka pintu gerbang. Dan yg membuat ku
sangat merasa bersalah adalah anak pertama jatuh tapi dia malah jadi tidur
didepan gerbang dan anak ke dua nya jatuh dengan posisi terduduk dan juga masih
tidur. Dan aku pun buru-buru membopong si sulung dan membangunkan nya..dan juga
meraih adek nya yg juga lagi tidur dengan posisi terduduk.. Dan akhirnya
setelah semua masuk rumah aku pun beranjak untuk berpamitan.
MasyaAllah hati ku bergetar seketika melihat
kejadian malam itu. Sepanjang perjalanan memang kami tidak banyak ngobrol
karena kami focus pada anak2 yang tertidur di motor ku waktu itu. Tapi…aku
inget banget kalimat terakhir yang beliau sampaikan kepada diriku sebelum kami
sampai didepan rumah nya..
“Dek..perjuangan dakwah itu akan
benar2 dek Nur rasakan setelah nanti ant berkeluarga. Karena nikmat perjuangan
seperti ini lah yang akan engkau alami. Selama dikampus tidak akan pernah qta
merasakan nya,”kata ummi tersebut.
Kata2 beliau itulah yang membuat
diri ku kemudian berpikir dan mencoba menuangkan nya dalam coretan ini. Dari
kata2 beliau aku jadi inget ketika dulu aku masih dikampus pasti Mba2 selalu
bilang “tantangan dakwah dikampus itu belum seberapa dek…kamu akan benar2
merasakan tantangan dakwah itu setelah kamu lulus dan berbaur dengan masyarakat
sesungguh nya”. Dulu ngeri juga sih denger kata2 ini…Cuma setelah sekarang satu
tahun berlalu status ku bukan lah seorang mahasiswa lagi ternyata memang benar.
Dan dunia kampus itu menjadi sebuah sarana latihan yang luar biasa untuk
menyiapkan segala nya.
Dan setelah aku korelasikan
dengan kata2 ummi tadi aku juga mulai berpikir lagi…”benarkah seperti itu??”
Tetapi setelah aku sedikit mikir
lagi…(sedikit lhooo ya…inget..sedikit…soal nya aku kan juga belum
mengalami..hihi…).yupz…perjungan dakwah yang selama ini qta lalui baik itu
dikampus atau didunia pasca kampus (sebelm akhir nya berlabuh pada yang nama
nya pernikahan) itu hanya sebuah tempaan untuk diri qta agar diri qta lebih
kuat dan tegar dalam mengarungi samudera..ehhhhh…upssss….mksud nya mengarungi
bathera kehidupan yang nama nya keluarga.
Karena menikah itu adalah satu langkah
bagi qta untuk membuat sebuah peradaban yang nyata. Karena itu lah aku pun
berani bilang
Bahwa menikah itu tidak hanya sekedar INGIN ato PENGEN…
Ketika kita menikah dengan alasan
sekedar karena INGIN memenuhi tuntutan orang tua maka sebatas pemenuhan kewajiban
qta saja kepada orang tua kita sebagai seorang anak
Ketika kita menikah dengan alasan
karena INGIN atao PENGEN dengan wanita ato laki-laki yang cantik/cakep maka
hanya kecantikan/ketampana itu saja yang akan kau dapatkan…bukankah kecantikan
dan ketampanan itu hanya sementara..lalu setelah tua nanti apakah kau akan
mencampakan nya??
Ketika kita menikah dengan alas
an karena INGIN ato PENGEN dengan wanita ato laki-laki yang kaya raya maka
hanya kekayaaan harta saja yang akan kau dapat kan…bukankah kekayaan itu juga
sama seperti kecantikan/ketampanan yang keberadaan nya hanya sementara. Jika
suatu saat nanti pasangan kita menjadi miskin akan kah kita masih akan tetap
mendampinginya?
Ketika kita menikah dengan alasan
karena INGIN atao PENGEN seperti teman2 yang lain yang seusia yang menikah
dengan begitu cepat maka apa yang akan kau dapatkan?mungkin hanya sebuah
ketergesaa2an saja yang tanpa pernah akan kau rencanakan dengan baik..
Dan masih banyak lagi sekedar
INGIN ato PENGEN yang mendasari diri mu untuk menikah..akan kah hanya terbatasi
oleh kepentingan duniawi saja? Dan ketika menikah itu hanya didasari oleh rasa
INGIN maka akan muncul statement “orang
tidak mau menikah karena tidak ingin menikah dan akan ada orang yang ingin
menikah setiap hari karena ingin menikah”. (nahhh…lhoooo…mesthi bingung).
Perkara menikah itu bukanlah
perkara yang mudah seperti qta membalikkan telapak tangan. Tetapi menikah itu
adalah sebuah ibadah. Dan bahkan menikah itu sering dibilang menggenapkan
separuh dien kita.
Nabi Saw bersabda, “Apabila seorang hamba menikah maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman).
Makna ibadah disana adalah adanya
sebuah penghambaan qta kepada Allah. Penghambaan secara totalitas yang hanya
mengharapkan balasan dari Allah SWT. Karena itulah coba kita telisik kembali
dan instropeksi diri kita masing-masing apakah benar-benar kita INGIN ato
sekedar INGIN menikah?
Coba kita teguhkan kembali
hati-hati kita kembali agar kita benar-benar siap untuk membuat peradaban yang
nyata itu. Agar kita benar2 merasakan kenikmatan perjuangan dakwah bersama
pasangan kita kelak.
Tak usahlah kita galau dan resah
saat kita mendapatkan undangan walimahan dari teman atau saudara atau siapa pun
dia. Allah pasti akan memenuhi janji-Nya.
Persiapkan diri sebaik mungkin
sejak dini karena kita tidak tahu kapan rezeki itu akan hadir untuk kita.
TETAPI
SEKALI
LAGI
MENIKAH
ITU TIDAK HANYA SEKEDAR INGIN ATO PENGEN
:. Andalusia
Baitussabil .:
16 Desember 2013
21.17
Subhanallah :) Mengharukan amah :). Jazakillah atas pengalaman nya. setuju mah, bahwa proses ini bukan hanya keinginan, tapi perlu bekal yang matang. salah satunya memperbaiki diri, memperbaiki kualitas diri.
BalasHapusAmah, Ken ada beberapa kajian buat bekal, ada e-book juga. barangkali amah berminat, bisa ngopy :).
semoga Allah memberikan yang terbaik yaa, karena niat baik harus melalui proses yang baik, manhaji dan berkah. Aamiin.
waiyyakum Mba Ken :)
BalasHapuswahh...boleh..boleh Mba :) besok mnt tolong dibwain bolehkah Mba?
walaupun ada 2 jilid buku "Tarbiyatul Aulad" yg belum saya selesaikan..hehe.. :D
hehe..ini jg lg nabung2 bwt beli buku2 yang berkaitan dg parenting :D