Idul Fitri 1444 H
Oleh Nur Khayati
1 Syawal..meski sudah berlalu beberapa hari yang lalu tetapi selalu menggoreskan cerita haru yang layaknya perlu diabadikan sebagai sebuah jejak kenangan bukan?
Termasuk salah satunya ceritaku di lebaran idul fitri kali ini..
Lebaran beda hari..siapa yang sudah mengalami?Hmmm…sepertinya hampir sebagian besar dari kita sudah merasakan moment ini bukan?
Jika tak salah ingat, sepertinya sudah lebih dari hitungan lima jari aku mengalaminya sejak kecil dulu. Hanya saja, aku dulu termasuk orang NU. Bukan..bukan nahdlatul ulama..tetapi lebih tepatnya ngikut umum alias ngikut pemerintah..hahaha 😆🤭
Yuhu, aku dan keluarga tidak pernah mendeklarasikan diri sebagai keluarga NU atau muhammadiyah, meskipun sebagian besar anggota keluarga besar kami dan lingkungan tempat tinggal kami adalah orang-orang NU. Maka dari itu setiap kali penetapan 1 syawal ataupun awal puasa ramadhan ada perbedaan antara NU dan muhammadiyah, keluargaku tak pernah ambil pusing mengenai perbedaan itu. Keluargaku selalu mengikuti saja keputusan pemerintah dari hasil sidang isbat.
Eh..eh..sebelum kebablasan..aku mau disclaimer, jika tulisan ini tidak sedang ingin memperdebatkan mana yang benar loh yah…karena aku meyakini baik NU dan muhammadiyah memiliki dalil yang kuat dalam penetapan 1 ramadhan maupun 1 syawal. Kembalikan pada keyakinan kita masing-masing ya..jadi, stop sampai disini yah pembahasan tersebut. Aku disini cuma mau berbagi cerita lebaranku yang terasa 'berbeda' dari tahun-tahun sebelumnya.
'Berbeda'..kekira kenapa yah aku menyebutnya lebaran kali berbeda?Ada dua hal yang paling kurasa..
Pertama..
Ini adalah lebaran pertamaku bersama suami dan anak-anak dimana dalam satu rumah mertua ada dua hari lebaran 😁. Iyah, seingatku setelah resmi menyandang gelar sebagai seorang istri, aku dan suami selalu shalat ied di hari yang sama bersama bapak ibu mertua, kakak maupun adik ipar. Nah, tetapi kali ini berbeda..aku dan suami serta adik ipar pertama shalat ied di hari jumat. Sedangkan mertua, kakak dan ipar kedua shalat ied di hari sabtu. Cukup unik menurutku..yang biasanya kami saling antri kamar mandi sejak sebelum subuh..tapi pagi itu tanpa antrian sama sekali..hahaha 😆 Bahkan kami yang shalat ied di hari jumat langsung menuju masjid raya sragen. Padahal biasanya jika berbarengan, kami shalat ied di masjid dekat rumah.
Dan..diluar ekspektasi kami. Awalnya kami kira, tidak banyak yang sholat ied di hari jumat tetapi ternyata lebih dari tiga ribu jamaah tumpah ruah shalat di masjid raya sragen. Bahkan separuh badan jalan raya menjadi area untuk shalat laki-laki sebab area masjid dan halaman sudah penuh jamaah termasuk suami dan si sulung yang akhirnya kebagian disana. Sedangkan aku dan si bungsu, masih beruntung kami dapat masuk area halaman masjid meskipun harus membuat shaf sendiri tanpa alas yang disediakan oleh panitia masjid.
Yang lebih unik lagi..sepulang dari shalat ied, aku dan suami sudah bersantap soto yang disajikan oleh mertua sedangkan beliau sendiri masih puasa..hehe 😬
Hmmm..jangan bertanya menu opor dan ketupat yah..sebab di keluarga mertuaku tidak ada tradisi makan ketupat opor saat lebaran. Tetapi justru ada bakso khas buatan bapak mertua yang rasanya yummy 🤤 MasyaAllah 😍
Bakso serta ketupat adalah kudapan khas bagi keluarga mertuaku. Iya, agar lebih nikmat, kami baru cicipi saat sore hari bersama anggota keluarga lain yang sedang puasa di hari itu.
Dan sekali lagi, meski kami dalam satu rumah mengalami perbedaan shalat ied. Kami tak pernah saling debat dan tak pernah merasa paling benar. Kami saling bertoleransi. Kami saling menghormati satu sama lain. Dan itulah indahnya perbedaan dalam islam yang benar-benar ku rasakan. Tidak seramai yang diperbincangkan dalam dunia maya. Bahkan mereka saling gontokan. Tetapi kami justru saling support dan bahagia berkumpul bersama dalam perbedaan. MasyaAllah… 😍
Kedua…
Lebaran yang terasa 'berbeda' dirumah mertua kali ini yaitu rasa kehilangan. Iya, dua tahun dalam kondisi pandemi memang memiliki ruang tersendiri untuk dikisahkan. Banyak halaman yang menyisakan rasa duka mengenai bab kehilangan.
2021…keluarga besar mertuaku harus kehilangan lima orang dalam waktu satu bulan. Dua mbokde, satu pakdhe dan satu orang mas sepupu. Sungguh..ini hantaman kesedihan yang begitu besar. Bahkan rasa kehilangan itu masih terasa hingga lebaran kemarin.
Saat lebaran biasanya kami ramai berkumpul di rumah pakde, ngobrol dan bersantap bakso bersama. Tetapi kemarin hanya tinggal cerita dan kami merindukannya.
Bapak dan ibu mertua, kini menjadi orang yang disepuhkan. Sejak tahun kemarin menjadi tuan rumah untuk berkumpulnya sanak saudara. Dan ini kali pertama aku merasainya. Sebab lebaran tahun kemarin, aku singgah di purworejo terlebih dahulu.
Pasca shalat ied, kami rungsing menyajikan kudapan bakso menjadi kekhasan keluarga mertua. Tak ketinggalan es sirup merah merona buatan ibu mertua. Ku akui cukup melelahkan ternyata, bisa jadi karena ingin menjadi pengalaman pertama bagiku. Karena biasanya kami yang mendatangi tetapi kali ini rumah kami justru yang dikunjungi. MasyaAllah..
Dan kini aku diingatkan kembali akan sebuah nasihat "Bahwa sebaik-baik nasehat adalah kematian". Kelak ketika kita telah tiada apakah kita akan diingat kebaikan atau keburukan yang selama ini kita lakukan didunia. Maka jangan menunda kebaikan yang hendak kita lakukan meskipun kebaikan tersebut dimata kita nampak kecil tetapi bagi orang lain bisa saja menjadi begitu sangat besar dan akan diingat oleh mereka.
Oh..iyah..setelah kerungsingan kami menyiapkan bakso. Yang selalu kami nantikan yaitu foto bersama..wkwkwk 😆🤭
Itulah sekelumit cerita lebaran ku yang terasa 'berbeda'. Meski berbeda tetapi tidak sedikit mencederai rasa bahagia yang utama yaitu berkumpul bersama keluarga tercinta. Bersantap bersama, bercerita dan berbagi rasa. Semoga Allah ikatkan jalinan ukhuwah keluarga kami hingga kelak berkumpul di Jannah-Nya. aamiin 🤲🏻❤️
Tidak ada komentar:
Posting Komentar